"Ternyata,
aku cakep!" ujarnya setelah memastikan kalau bayangan itu memang
benar-benar diri kancil sendiri. Dan, kancil pun melompat-lompat kegirangan.
Tiap kumpulan hewan yang ia lalui seolah tersenyum memandangi dirinya. Bisikan
yang selalu ia yakini pun mengatakan, "Kancil cakep, Ya! Kancil
cakep!"
Begitu
seterusnya hingga hewan periang ini menemukan genangan air yang lain. Warna air
itu agak kusam. Beberapa dahan pohon yang mulai membusuk dalam air seperti
memberi warna hijau pekat. Dan bayang-bayang yang dipantulkan genangan itu pun
akan menjadi kusam.
"Hei,
kenapa wajahku seperti ini?" teriak kancil sesaat setelah memandangi
bayangan wajahnya dari permukaan genangan air itu. Ia jadi kian penasaran.
Terus ia pandangi genangan itu seolah mencari detil-detil kesalahan. Tapi,
bayangan itu tak juga berubah. Ia terlihat kusam, kumuh. Bulu-bulu coklatnya
yang bersih tak lagi tampak seperti apa adanya. "Ternyata aku salah! Aku
tidak cakep!" keluh kancil sambil beranjak meninggalkan genangan air.
Berjalan
agak lunglai, kancil membayangkan sesuatu yang tak nyaman. Sapaan manis
hewan-hewan yang ia lalui, terasa agak lain. Tiap sapaan seperti sebuah hinaan:
"Kancil jelek! Sok cakep!" Itulah kenapa kancil selalu menunduk
ketika berpapasan dengan siapa pun yang ia jumpai. Mulai dari kuda, kerbau,
rusa, zebra, dan kambing. Ia merasa begitu rendah dibanding yang lain.
Keriangannya pun berganti kesedihan. Pelan tapi pasti, bayang-bayang itu pun
menjadi sebuah pengakuan. "Aku memang sok cakep!"
***
Hidup
dalam sebuah kebersamaan adalah sama dengan memandangi diri dalam seribu satu
cermin sosial. Masing-masing cermin punya sudut pandang sendiri. Bayangan yang
ditampilkannya pun sangat bergantung pada mutu cermin. Tentu akan beda antara
bayangan cermin jernih dengan yang kusam. Terlebih jika cermin itu sudah retak.
Memahami
keanekaragaman cermin ini akan membuat seseorang seperti berjalan pada
bentangan tambang di sebuah ketinggian. Ia mesti merawat keseimbangan: antara
percaya diri yang berlebihan dengan rendah diri yang kebablasan. Percaya diri
yang berlebihan, membuat langkah menjadi tidak hati-hati. Dan rendah diri yang
kebablasan, membuat langkah tak pernah memulai.
Andai
keseimbangan percaya diri ini yang dipahami kancil, tentu ia tak terlalu bangga
dengan bayangan yang terasa begitu membuai. Karena di cermin yang lain,
bayangan dirinya menjadi buruk. Sangat buruk. Andai keseimbangan ini yang
dipegang kancil, insya Allah, ia tak akan jatuh.
0 komentar:
Posting Komentar