Dalam sebuah perjalanan seorang ayah
dengan puteranya, sebatang pohon kayu nan tinggi ternyata menjadi hal yang
menarik untuk mereka simak. Keduanya pun berhenti di bawah rindangnya pohon
tersebut.
“Anakku,” ucap sang ayah tiba-tiba.
Anak usia belasan tahun ini pun menatap lekat ayahnya. Dengan sapaan seperti
itu, sang anak paham kalau ayahnya akan mengucapkan sesuatu yang serius.
“Menurutku, pohon bisa jadi tempat
berteduh yang nyaman, penyimpan air yang bersih dari kotoran, dan penyeimbang
kesejukan udara,” jawab sang anak sambil matanya menanti sebuah kepastian.
“Bagus,” jawab spontan sang ayah.
“Tapi, ada hal lain yang menarik untuk kita simak dari sebuah pohon,” tambah
sang ayah sambil tiba-tiba wajahnya mendongak ke ujung dahan yang paling atas.
“Perhatikan ujung pepohonan yang
kamu lihat. Semuanya tegak lurus ke arah yang sama. Walaupun ia berada di tanah
yang miring, pohon akan memaksa dirinya untuk tetap lurus menatap cahaya,”
jelas sang ayah.
“Anakku,” ucap sang ayah sambil
tiba-tiba tangan kanannya meraih punggung puteranya. “Jadikan dirimu seperti
pohon, walau keadaan apa pun, tetap lurus mengikuti cahaya kebenaran,” ungkap
sang ayah begitu berkesan.
**
**
Keadaan tanah kehidupan yang kita
pijak saat ini, kadang tidak berada pada hamparan luas nan datar. Selalu saja
ada keadaan tidak seperti yang kita inginkan. Ada tebing nan curam, ada
tanjakan yang melelahkan, ada turunan landai yang melenakan, dan ada
lubang-lubang yang muncul di luar dugaan.
Pepohonan, seperti yang diucapkan
sang ayah kepada puteranya, selalu memposisikan diri pada kekokohan untuk
selalu tegak lurus mengikuti sumber cahaya kebenaran. Walaupun berada di tebing
ancaman, tanjakan hambatan, turunan godaan, dan lubang jebakan.
“Jadikan dirimu seperti pohon, walau
keadaan apa pun, tetap lurus mengikuti cahaya kebenaran.”
0 komentar:
Posting Komentar