Seekor
kura-kura tampak tenang ketika merayap di antara kerumunan penghuni hutan lain.
Pelan tapi pasti, ia menggerakkan keempat tapak kakinya yang melangkah sangat
lamban: "Plak...plak...plak...!"
Tingkah
kura-kura itu pun mengundang reaksi hewan lain. Ada yang mencibir, tertawa, dan
mengejek. "Hei, kura-kura! Kamu jalan apa tidur!" ucap kelinci yang
terlebih dulu berkomentar miring. Spontan, yang lain pun tertawa riuh.
"Hei,
kura-kura!" suara tupai ikut berkomentar. "Kalau jalan jangan
bawa-bawa rumah. Berat tahu!" Sontak, hampir tak satu pun hewan yang tak
terbahak. "Ha..ha..ha..ha! Dasar kura-kura lamban!" komentar hewan-hewan
lain kian marak.
Namun,
yang diejek tetap saja tenang. Kaki-kakinya terus melangkah mantap. Sesekali,
kura-kura menoleh ke kiri dan kanan menyambangi wajah rekan-rekannya sesama
penghuni hutan. Ia pun tersenyum. "Apa kabar rekan-rekan?" ucap si kura-kura
ramah.
"Teman,
tidakkah sebaiknya kau simpan rumahmu selagi kamu jalan. Kamu jadi begitu
lambat," ucap kancil lebih sopan. Ucapan kancil itulah yang akhirnya
menghentikan langkah kura-kura. Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu.
"Tak
mungkin aku melepas rumahku," suara kura-kura begitu tenang. "Inilah
jatidiriku. Melepas rumah, berarti melepas jatidiri. Inilah aku. Aku akan tetap
bangga sebagai kura-kura, di mana pun dan kapan pun!" jelas si kura-kura
begitu percaya diri.
**
Menangkap
makna hidup sebagai sebuah pertarungan, memberikan sebuah kesimpulan bahwa
merasa tanpa musuh pun kita sebenarnya sedang bertarung. Karena musuh dalam
hidup bisa berbentuk apa pun: godaan nafsu, bisikan setan, dan berbagai stigma
negatif. Inilah pertarungan yang merongrong keaslian jatidiri: sebagai muslim,
aktivis, dan dai.
Pertarungan
tanpa kekerasan ini bisa berakibat fatal dibanding terbunuh sekali pun. Karena
orang-orang yang kalah dalam pertarungan jatidiri bisa lebih dulu mati sebelum
benar-benar mati. Ia menjadi mayat-mayat yang berjalan.
Bagian
terhebat dari pertarungan jatidiri ini adalah orang tidak merasa kalah ketika
sebenarnya ia sudah mati: mati keberanian, mati kepekaan, mati spiritual, mati
kebijaksanaan, dan mati identitas.
Karena
itu, tidak heran jika kura-kura begitu gigih mempertahankan rumah yang
membebaninya sepanjang hidup. Walaupun karena itu, ia tampak lamban. Walaupun
ia diserang ejekan. Kura-kura punya satu prinsip yang terus ia perjuangkan:
inilah aku! Isyhaduu biannaa muslimiin.
0 komentar:
Posting Komentar